konten 1
konten 2
konten 3

Tuesday 5 June 2012

UKM Batik Terancam Kollaps

UKM Batik Terancam Kollaps karena kenaikan TDL PLN

Anies Soengkar

* Dampak Kenaikan TDL
* Harga Jual Tidak Kompetitit
* Impor dari China Jadi Alternatif


PEKALONGAN - Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) untuk industri sebesar 18% di bulan Juli ini sangat membawa pengaruh besar terhadap keberadaan industri batik di Pekalongan dan sekitarnya. Pasalnya, kenaikan TDL tersebut akan membawa pengaruh pada kenaikan bahan baku terutama benang dan kain. Sehingga harga bahan baku menjadi melangit. Resikonya, harga jual juga naik. Padahal pakaian adalah kebutuhan nomor 3 setelah makan dan pangan. UKM batik bisa kollaps kalau tidak ada yang membeli.
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Pekalongan Anies Soengkar Kamis (22/7) via telepon kepada Radar menilai, PLN cukup pintar dalam membuat asumsi kenaikan TDL. Awalnya ditawarkan kenaikan TDL untuk industri sebesar 40%. Ketika ada protes dari para pengusaha kemudian diturunkan menjadi 18%. Padahal memang target kenaikan itu sebesar 18%. "Mestinya jangan demikian, kalau mau naikin ajukan angka logis. Kalau 40% kan sangat keterlaluan, walaupun menjadi turun 18%," tuturnya.
Dalam pandangan Anies, kenaikan TDL 10% adalah angka yang paling logis. Tetapi mengapa kok yang muncul adalah angka 18%. Asumsi saya, harga jual barang produk tekstil terutama batik dan pakaian lainnya sekitar 15%. Belum lagi ditambah kenaikan karena faktor budaya menjelang lebaran, bisa jadi kenaikan pakaian antara 15-25% di bulan puasa.
Efek dari kenaikan tekstil ini sangat merugikan, tambah Anies. Apalagi China dengan momentum ACFTA-nya akan menawarkan pakaian-pakaian dengan harga murah. Ada dua kondisi yang tidak menguntungkan pengusaha batik di Pekalongan, pertama kenaikan TDL dan kedua kompetisi menghadapi produk-produk batik dari China.
Di samping itu, dalam jangka panjang, minimal enam bulan ke depan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Mulai dari kolapsnya para pengusaha batik kecil sampai pada PHK. Itu terjadi kalau pengusaha tersebut tidak bisa keluar dari jeratan persoalan yang dipaparkan di atas. Cukup luar biasa dampak multi flyer effect-nya.
Saran Anies, pemerintah harus lebih memperhatikan masa depan pengusaha tekstil dan batik agar bisa terus survive. Bukan ingin diperhatikan dan dianakemaskan, tapi memang kondisinya tidak diuntungkan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro pengusaha kecil tersebut. (sep)

sumber: www.radar-pekalongan.com

No comments:

Post a Comment